Sepotong Cerita Tentang Jogjakarta
Siapapun
yang pernah berkunjung ke Jogja tentu tahu mengapa kota ini layak untuk begitu
dicinta. Mulai dari senyum serta keramahan yang tak pernah lepas dari para
penduduknya, makanan murah dan nikmat yang siap mengisi perut keroncongan
hingga berbagai aktraksi di jalanan Malioboro serta lampu merah yang hanya bisa
dijumpai di Jogja. Tidak hanya itu saja, berbagai kejutan lainnya siap untuk
menyambut, mungkin hanya di Jogja kita bisa melihat becak dan delman masuk ke
jalanan utama seolah tidak ada sekat dan perbedaan strata. Kita bisa melihat
bagaimana toleransi para pengguna kendaraan bermotor dan mobil yang dengan
sabar menunggu dibelakangnya. Inilah salah satu contoh bukti nyata bahwa kota
ini memang akrab dengan sikap saling menghargai. Belum lagi kesantunan warga
Jogja yang membuat kita semakin jatuh cinta. Sebuah senyum dan tundukan penuh
kerendahan merupakan suatu standar jika ada dua orang saling berpapasan.
Saya
sendiri lahir di Jogja. Sampai saya usia enam tahun mungkin, saya tumbuh dan
berkembang di Jogja. Hingga saat saya masuk SD saya harus meninggalkan Jogja ke
kota-kota lain mengikuti kedua orang tua saya. Lalu ketika saya SMA, saya
kembali ke pelukan Jogjakarta hingga saat ini ketika saya sudah memasuki tahun
ketiga masa kuliah. Ada banyak sekali cerita mengenai Jogjakarta yang tentunya
akan banyak sekali apabila harus saya jabarkan.
Lima
atau sepuluh tahun lagi tentu Jogja akan semakin berubah. Sekarang saja kita
bisa melihat pembangunan yang terus menerus bertambah. Tingginya pembangunan
hotel, apartemen serta kantor kini menjadi cerita keseharian yang semakin akrab
dipandangan. Asap mengepul kendaraan juga kini menjadi pemandangan biasa di
kota Jogja. Situasi, kondisi dan juga etnis di Jogja tentu juga akan mengalami
fluktuasi. Itu merupakan resiko dari berkembangnya ekonomi dan politik di
Jogjakarta.
Jogja
mungkin memang sudah sedikit berubah, tetapi saya selalu berharap semoga
kenyamanan itu tetap terjaga. Tetapi nyatanya masih ada sedikit cemas ketika
isu begal dan klitih kian menyebar ke seantero Jogja. Rasa takut saat harus
pulang dari kegiatan ketika malam hari ini sungguh membuat tidak nyaman. Jangankan
malam, siang saja pelaku berani menjalankan aksi. Mungkin kejadian seperti ini
tidak hanya di Jogjakarta, tetapi bagi saya ini sungguh amat disesalkan
mengingat Jogja dikenal sebagai kota berhati nyaman dengan segala keramahan
penduduknya.
Terkadang
saya sering diam dan merenung, membayangkan apa yang kira-kira terjadi ditahun
mendatang? Akan seperti apakah wujud Jogjakarta di masa depan? Apakah akan
tetap nyaman dan menenangkan? Diantara gedung-gedung mewah yang kian menghiasi
kota, semoga saja Jogja masih tetap terasa nyaman hingga nanti. Tidak ada lagi
berita seseorang telah dibegal, dibacok atau apapun itu.
Saya
sendiri masih belum mengerti apakah saya akan terus menetap di Jogjakarta,
tetapi bagi saya Jogja akan selalu menjadi rumah dimana saya pulang dan rebah. Terlalu
banyak cerita manis di Jogja yang membuat saya tidak mungkin melupakannya. Entah
di masa depan Jogja akan bertumbuh menjadi seperti apa, tetapi saya pasti akan
selalu mempunyai cinta yang sama.
Teruntuk
Jogjakarta, semoga kamu tumbuh dengan semakin bijaksana..
Komentar
Posting Komentar