Cerita Tentang Perempuan


Pada hari perempuan sedunia yang jatuh pada hari ini, izinkan saya berbagi cerita dan juga keluh kesah. Bukan. Bukan saya merasa lelah menjadi perempuan ataupun saya menyesal terlahir sebagai perempuan. Ini hanya segelintir cerita saya sebagai perempuan..
Ketika itu saya masih kelas 3 SMA, saya mengendarai motor sendiri hendak berangkat les sore hari. Saat itu jalanan ramai lancar. Saya merasa diikuti oleh seseorang bermotor dari belakang. Dan benar saja, seorang bapak-bapak memepet laju motor saya. Ia mulai bertanya nama saya dan tujuan saya sambil tertawa. Saya ketakutan. Saya hanya diam dan langsung tancap gas. Dia terus mengejar saya dan saya berhasil kabur sementara dia sepertinya terjebak di lampu merah. Mulai sejak itu saya selalu was-was dan langsung gemetar apabila ada suara motor berada dekat dibelakang saya.
Yang kedua, saat saya pulang sekolah, mendadak jalanan dipenuhi oleh rombongan anak laki-laki sekolah lain yang sepertinya selesai tawuran. Saya terkepung dan beberapa dari mereka bersiul-siul sambil mendekati motor saya. Saya ngebut tetapi saya berhenti ditengah jalan untuk menunggu kendaraan dari arah sebaliknya sepi karena saya harus belok kanan menuju rumah. Ketika saya berhenti, dua anak laki-laki boncengan yang mendekati saya tadi mengarahkan tangan ke dada saya namun untungnya salah sasaran dan mengenai lengan juga spion motor saya. Setelah itu saya berhenti dan menangis.
Selanjutnya, saya baru mulai memasuki perkuliahan. Saat itu siang hari selepas kuliah saya hendak makan siang dengan teman-teman SMA. Ketika itu saya memilih melewati jalanan ringroad selatan yang memang lumayan sepi karena menghindari macet. Saya kurangi laju motor mengingat masih ada banyak sisa waktu untuk menunggu teman-teman. Sialnya, ketika saya pelankan laju motor langsung saja ada lelaki bermotor yang lagi-lagi mepet kendaraan saya. Dia tertawa dan menggoda. Saya ketakutan dan langsung tarik gas sekencang-kencangnya. Dia tidak mengikuti. Hanya menggoda.
Saya berjilbab, mengenakan helm serta jaket rapat saat berkendara dan tetap digoda.
Belum lagi catcalling yang masih sering saya alami. Catcalling adalah siulan, seruan, gestur, dan komentar yang bertendensi seksual dan membuat orang merasa tidak nyaman, terganggu, malu, atau bahkan takut. Soal siul-siul di jalan itu, saya pikir kalian semua masih sangat sering mengalami.
Bagi saya, catcalling merupakan bentuk contoh dari budaya patriaki dimana laki-laki dianggap mempunyai kekuatan untuk mendominasi perempuan dan perempuan hanya dianggap sebagai makhluk lemah. Setidaknya, pengalaman pribadi saya membuktikan hal tersebut. Soal pria kurang kerjaan yang iseng, lalu merasa berkuasa sebab melihat perempuan yang nampak lemah untuk ekspresi maskulinitas yang tidak pada tempatnya itu.
Sampai saat ini saya tidak pernah membicarakan pengalaman itu kepada orangtua saya. Tidak bisa dibayangkan apabila mereka tau. Tentu saya sudah tidak diizinkan mengendarai motor sendiri apalagi pulang malam. Selain itu, budaya dan tradisi yang menganggap hal-hal berbau “seksualitas” adalah hal tabu untuk dibicarakan, serta stereotype tidak terhormat yang lebih sering disematkan pada perempuan, membuat saya bungkam. Saya memilih melewati hari dengan ketakutan sama pada suara-suara yang tampaknya membuntuti ketika berkendaraan di jalanan sepi sendirian.
Saya pernah melalui hari-hari diliputi ketakutan dan itu tidak mudah. Meskipun hari ini, diri ini sudah lebih garang dan berani, akan tetapi tetap saja, budaya serta naluri perempuan yang terlanjur terbentuk sejak kecil, tidak bisa mencegah hal ini sendirian.
Bisakah kita dobrak tradisi atau norma yang mengisyaratkan perempuan adalah kurang dari laki-laki?
Bisakah kita mengusahakan keamanan bagi semua daripada mengurung perempuan pada malam hari?
Kami butuh bantuan kalian, para lelaki, untuk saling menjaga. Caranya sederhana, tempatkan maskulinitas pada tempatnya. Maskulinitas bukanlah medium untuk menguasai orang lain yang lebih lemah sehingga laki-laki terkesan lebih hebat.

Komentar

Postingan Populer