Emansipasi?

Emansipasi wanita. Ya, itulah kata yang tepat untuk mewakili perayaan hari besar ini. Tepatnya, tiap 21 April. Kita sering menyebutnya sebagai Hari Kartini. Dimana tiap tahunnya selalu dirayakan dengan berbagai macam hal contohnya seperti pegawai ataupun anak sekolah mengenakan berbagai macam baju daerah. Kita semua melakukan bukan tanpa alasan, ini adalah hari untuk kembali mengenang bagaimana perjuangan seorang Kartini dahulu dalam mengangkat derajat perempuan yang pada masanya sama sekali tidak dianggap dan tidak mempunyai andil besar. Kita khususnya perempuan tentunya harus sangat berterimakasih terhadap Ibu Kartini yang telah berhasil membuktikan bahwa kaum wanita juga dapat dan berhak untuk mendapatkan kesempatan sama seperti laki-laki. Tetapi, saat ini saya masih merasa walaupun banyak kata yang mengumbar tentang emansipasi juga masih terdapat banyak ketidakadilan yang dirasakan bagi kaum perempuan. Saat ini tanpa kita sadar, media sering menampilkan perempuan menjadi simbol dalam seni komersial. Contohnya saja, ketika karya seni kreatif seperti iklan menjadi konsumsi masyarakat dalam berbagai media massa, kemudian menempatkan posisi perempuan yang sangat potensial untuk dikomersilkan dan dieksploitasi, karena posisi perempuan menjadi sumber inspirasi dan juga tambang uang yang tidak ada habisnya.
Eksploitasi perempuan dalam pencitraan media massa tidak saja karena kerelaan perempuan, namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri, sehingga mau ataupun tidak kehadiran perempuan menjadi sebuah kebutuhan dalam kelas sosial tersebut. Sayangnya, kehadiran perempuan dalam kelas sosial itu, masih menjadi refleksi realitas sosial masyarakatnya, bahwa perempuan di media massa adalah "perempuannya lelaki" tak jarang perempuan selalu ditempatkan pada posisi sebagai perempuan yang selalu kalah, namun sebagai "pemuas" pria, pelengkap dunia laki-laki. Coba kita ingat, adakah iklan yang kita temui di media massa tidak ada unsur perempuannya? Jarang bukan? Bahkan, di iklan susu untuk laki-laki saja menampilkan sosok perempuan.
Selain sosok perempuan di media massa, sekarang ini malah menjadi trend di media sosial dimana terdapat foto perempuan yang mencium ketiak laki-laki. Saya tidak habis pikir dengan perempuan yang dengan santai dan bangganya mencium ketiak laki-laki yang diaku sebagai pacar itu kemudian menyebarkan secara luas ke media sosial, bagaimana bisa dia merendahkan diri begitu mudahnya? Tolong, Ibu kita Kartini sudah berjuang begitu keras agar kita kaum perempuan mendapat kehormatan lalu malah kita sendiri kaum perempuan yang menjatuhkan harga diri murah-murah. Ini bukan perkara gengsi, tetapi sebuah kehormatan.
Lepas dari masalah mencium ketiak pacar, ada hal lain yang begitu miris. Dimana ada seorang public figure laki-laki yang bertanya ukuran bra terhadap beberapa remaja perempuan di pusat perbelanjaan. Apakah itu suatu hal yang pantas untuk ditanyakan? Mengatasnamakan sebuah candaan lalu ia bisa dengan bebas menanyakan hal yang seharusnya tidak patut untuk ia tanyakan.
Dengan berbagai kejadian tersebut, mari kita kembali renungkan makna dari sebuah emansipasi. Karena saat ini, selain membicarakan kedudukan yang sama dengan laki-laki, perempuan juga berhak mendapatkan kehormatan yang sama seperti laki-laki. Emansipasi bukan soal laki-laki atau perempuan yang kedudukannya lebih tinggi, tetapi untuk saling menghormati.
Selamat Hari Kartini.

Komentar

Postingan Populer